Sebenarnya hal ini sempat terlintas di pikiranku sih. Seperti yang kita ketahui, lahan untuk pemakaman semakin susah saja, terutama di kota-kota besar. Di kotaku sekarang (Manokwari) pun, agak susah untuk mendapatkan lahan untuk pemakanan. Selain masalah lahan, masalah tetek bengek yang lain juga banyak. Jadi memang aku sempat kepikiran, bagaimana ya kalo kremasi?
Kemarin malam kebetulan nemu tulisan ini di facebook. Intinya adalah:
1. Gereja menghimbau sebaiknya dikuburkan kalau tidak ada halangan apa pun. Kenapa dikuburkan? Ada dua alasan. Pertama, kita percaya bahwa pada akhir jaman, kita akan dibangkitkan lagi oleh Tuhan, bukan cuma bangkit secara roh tapi termasuk badan kita (bagian “kebangkitan badan” di doa Aku Percaya”. Kedua, karena tubuh manusia semasa hidupnya merupakan tempat tinggal Roh Kudus, maka ketika dia sudah meninggal, hendaknya tubuh itu diperlakukan dengan hormat. Dan secara kebudayaan, manusia sejak dahulu kala selalu menguburkan orang yang meninggal. Menguburkan dan memberikan batu nisan akan memberi kehormatan kepada yang meninggal, serta merupakan pengingat kepada kita akan orang tersebut. Secara sejarah, biasanya kalau kita tidak menyukai seseorang, maka jasadnya akan dibakar.
2. Jika memang tidak dimungkinkan untuk dikuburkan, atau ada alasan-alasan lain, misal keinginan pribadi dari orang yang meninggal, maka Gereja tidak melarang proses kremasi, selama bukan dilakukan karena tidak percaya akan Kebangkitan Badan (lihat atas). Walau pun sudah dikremasi, hendaknya abu itu masih tetap diperlakukan dengan hormat, seperti diletakkan di wadah yang layak, dan disimpan di tempat yang dikhususkan (mausoleum atau sejenisnya).
3. Proses menaburkan abu jenazah di laut, di gunung, di udara, atau dimana pun tidak disarankan, karena mengurangi penghormatan kepada yang sudah meninggal.
Bagi yang ingin membaca lebih lengkap penjelasan mengenai hal ini, bisa membuka tautan ini.
Semoga bermanfaat 🙂